Sabtu, 04 Juni 2011

DISTOSIA

PENDAHULUAN
Persalinan normal
Suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung sendiri tanpa intervensi penolong.
 
Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor P utamaKekuatan ibu (power),
keadaan jalan lahir (passage) 
keadaan janin (passanger).
(++ faktor2 "P" lainnya : psychology, physician, position)

Dengan adanya keseimbangan / kesesuaian antara faktor-faktor "P" tersebut, persalinan normal diharapkan dapat berlangsung.
Bila ada gangguan pada satu atau lebih faktor P ini, dapat terjadi kelambatan atau gangguan pada jalannya persalinan.
Kelambatan atau kesulitan persalinan ini disebut DISTOSIA.
Distosia berpengaruh buruk bagi ibu maupun janin.
Pengenalan dini dan penanganan tepat akan menentukan prognosis ibu dan janin. 

DISTOSIA AKIBAT KELAINAN KEKUATAN IBU (KELAINAN HIS)Tanda his normal :
- fundal dominan
- simetris
- makin lama, makin kuat, makin sering
- relaksasi baik.
Bila satu atau lebih tanda tersebut tidak dijumpai atau tidak sesuai, keadaan tersebut disebut gangguan / kelainan his atau inersia uteri.
Gambar : aktifitas uterus normal pada kehamilan, persalinan (his) dan nifas.
Kelainan his dapat berupa inersia uteri hipotonik atau inersia uteri hipertonik.
Inersia uteri hipotonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar.
Di sini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang.
Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi kurang baik.
Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase latin atau fase aktif, maupun pada kala pengeluaran.
Inersia uteri primer : terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat, sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan in partu atau belum.
Inersia uteri sekunder : terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.
Penanganan :1. Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus diperhatikan.
2. Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan, dan dijelaskan tentang kemungkinan-kemungkinan yang ada.
3. Pada inersia primer, setelah dipastikan penderita masuk dalam persalinan, evaluasi kemajuan persalinan 12 jam kemudian dengan periksa dalam. Jika pembukaan kurang dari 3 cm, porsio tebal lebih dari 1 cm, penderita diistirahatkan, diberikan sedativa sehingga dapat tidur. Mungkin masih dalam "false labor". Jika setelah 12 jam berikutnya tetap ada his tanpa ada kemajuan persalinan, ketuban dipecahkan dan his diperbaiki dengan infus pitosin. Perlu diingat bahwa persalinan harus diselesaikan dalam waktu 24 jam setelah ketuban pecah, agar prognosis janin tetap baik.
4. Pada inersia uteri sekunder, dalam fase aktif, harus segera dilakukan :
a. penilaian cermat apakah ada disproporsi sefalopelvik dengan pelvimetri klinik atau radiologi. Bila ada CPD maka persalinan segera diakhiri dengan sectio cesarea.
b. bila tidak ada CPD, ketuban dipecahkan dan diberi pitocin infus.
c. nilai kemajuan persalinan kembali 2 jam setelah his baik. Bila tidak ada kemajuan, persalinan diakhiri dengan sectio cesarea.
d. pada akhir kala I atau pada kala II bila syarat ekstraksi vakum atau cunam dipenuhi, maka persalinan dapat segera diakhiri dengan bantuan alat tersebut.
Perlu diingat bahwa hampir 50% kelainan his pada fase aktif disebabkan atau dihubungkan dengan adanya CPD, sisanya baru disebabkan faktor lain seperti akibat kelainan posisi janin, pemberian obat sedativa atau relaksan terhadap otot uterus, dan sebagainya.
Inersia uteri hipertonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar. Disebut juga sebagai incoordinate uterine action. Contoh misalnya "tetania uteri" karena obat uterotonika yang berlebihan.
Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir terus-menerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter.
Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah rangsangan pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama dengan disertai infeksi, dan sebagainya.
Penanganan : pemberian sedativa dan obat yang bersifat tokolitik (menekan kontraksi uterus) agar kontraksi uterus tersebut hilang dan diharapkan kemudian timbul his normal. Denyut jantung janin HARUS terus dievaluasi.
Bila dengan cara tersebut tidak berhasil, persalinan harus diakhiri dengan sectio cesarea.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar